Cari Blog Ini

Senin, 19 Desember 2011

The Power of Kepepet

Kita sebagai manusia selalu menginginkan banyak pilihan terhadap sesuatu. Misalkan anak anda lulus SMA, lalu melamar di 3 universitas. Universitas pertama menerima dan meminta membayar uang pangkal. "Kita bayar dulu sedikit. Tidak apa-apa, nanti kalau diterima yang lain, kita tidak usah melunasinya. Tidak apa rugi 2 juta," begitu kata anda.
Ternyata di universitas kedua, anak anda diterima. Anda melakukan hal yang sama seperti waktu diterima oleh universitas pertama. Sedangkan di universitas ketiga yang kita dambakan malah belum keluar pengumumannya.

Ya, kita selalu bimbang. Karenanya kita selalu mencoba untuk memiliki banyak pilihan. Sudah diterima kerja di tempat A, kita masih melamar pekerjaan di tempat B dan C. "Siapa tahu nanti tidak cocok, kita bisa pindah ke B atau ke C," begitu pikir kita.

Hal inilah menjadikan kita tidak fokus dalam mengerjakan sesuatu karena banyaknya pilihan, banyaknya pintu yang terbuka dalam kehidupan kita. Kita lalu mempertahankan pintu-pintu itu supaya pilihan tersebut tetap terbuka. Sehingga kita siap untuk melompat ke pintu yang lain kalau 'kepepet' atau terjepit.
The power of kepepet, terjepit dalam suatu sudut yang kita tidak bisa kemana-mana, memaksa kita untuk melakukan satu pilihan. Karena memang tidak ada pilihan lain. Hal ini malah menurut psikolog mempunyai kekuatan yang besar untuk membuat kita melakukan hal-hal yang luar biasa dan mau berjuang habis-habisan. Kalau tidak, kita akan 'habis' karena memang tidak ada pilihan lain.

Tetapi selama anda memiliki pilihan lain, maka kita tidak akan fokus 100%. Kita selalu memikirkan, "Toh kalau tidak ada si A, kita bisa minta tolong kepada si B atau si C." Tapi kalau tidak ada yang menolong, mau tidak mau, kita harus bekerja keras mati-matian untuk itu.

Kadang kita dapat secara sengaja perlu menutup pintu-pintu lain. Kita bisa berkata, "Tidak ada yang lain kecuali ini. Mau tidak mau saya harus masuk ini. Pilihannya cuma 1." Maka itu akan membuat kita fokus dan berpikir lebih jernih. Kita akan mati-matian untuk berusaha secara maksimal. Pada akhirnya kalau kita melakukan hal ini akan membawa kesuksesan kepada anda daripada ada banyak pilihan yang bisa anda pilih.

Banyak sejarah dan bisnis menunjukkan orang yang terjepit, tidak dapat mundur lagi dan hanya punya satu pilihan, akan mempunyai semangat, energi dan kekuatan untuk maju dan mengalahkan semua rintangan. Dalam dunia perang, dimana pemimpin membakar kapalnya supaya semua serdadu tidak ada jalan kembali kecuali pergi perang dan menang, menang atau mati, maka semangatnya mengalahkan semua rintangan. Dalam bisnispun ketika kita terjepit dan tidak punya alternatif lain, menang atau mati, maka energi dan semangat kita akan begitu kuat mengalahkan segala rintangan yang ada.

Sumber : Tanadisantoso.com

Baca juga :
  1. Berorganisasi
  2. Etika Bisnis Negeri Matahari Terbit
  3. Tips Memasarkan dan Memperkenalkan Bisnis
  4. Berpikir Positif untuk Meraih Sukses
  5. Memulai Bisnis Bakat Bukan Modal Utama 

Rabu, 14 Desember 2011

Nasi Bakar untuk Pak Agung Agustino



Nasi Bakar Teri Ayam Pedas pesanan  Bapak Agung yang berkantor di GEDUNG MUSTIKA RATU, Pancoran, Jakarta Selatan pada hari Kamis, 15 Desember 2011. Sangat cocok untuk sarapan pagi, emmmm......lezatnya mengoda.


Selamat menikmati sajian dari kami.........
               

TERIMA PESANAN :
Nasi Box, Nasi Bakar, Tumpeng, Bakso untuk acara - acara seperti rapat, syukuran, ulang tahun dll

DELIVERY :
No telp : 021-32486784 / 085710103635


Baca juga :

Kamis, 08 Desember 2011

Berorganisasi

Banyak orang yang memperhatikan saya (Tanadi Santoso) aktif berorganisasi. Mereka sering menanyakan kenapa saya melakukan hal itu. "Sebetulnya apa sih keuntungan berorganisasi itu ?" tanya salah seorang teman saya dalam suatu kesempatan. Saya memang aktif berorganisasi, salah satunya di Rotary Club. Lalu aktif pula dalam Asosiasi Pengusaha Komputer Jawa Timur. International Brotherhood of Magicians. Dan kini saya mendirikan Asosiasi Pendidik Kewirausahaan.

Ada banyak hal yang bisa kita petik keuntungan dari aktif berorganisasi.
Hal pertama adalah belajar berorganisasi. Yakni melakukan manajemen terhadap organisasi untuk mencapai suatu tujuan yang kita inginkan. Belajar memimpin orang yang beragam latar belakang. Belajar merencanakan, mengorganisasi dan mengkontrolnya. Dalam berorganisasi kita mendapat ilmu manajemen baik teori ataupun praktek.

Kedua, kita bisa mencari atau mengembangkan bisnis kita. Di organisasi kita bisa berkenalan dengan banyak orang. Di antara mereka bisa jadi mereka menjadi vendor kita. Atau kita malah bisa mewarkan produk dan jasa kita ke mereka.

Yang ketiga, kita bisa berkenalan dengan banyak orang yang beragam talenta dan ketrampilan. Bisa di saja di antara mereka ada yang bisa kita ajak kerjasama untuk menjalankan pengembangan bisnis kita.

Yang keempat adalah kita bisa belajar banyak hal misal kepemimpinan, kerjasama, komunikasi, dokumentasi, perijinan dan hal lainnnya. Kadang ilmu ini tak diajarkan di sekolah manapun.

Dan yang kelima, kita bisa bisa kenal dengan orang yang nantinya bisa saja cocok dan punya misi dan visi yang sama. Sehingga kita bisa bekerjasama untuk membuat sebuah bisnis baru.

Hal-hal itu semua sudah saya alami dan jalani dengan sukses ketika saya aktif berorganisasi.

Dan manfaat yang terakhir yang bisa kita dapatkan dalam berorganisasi adalah mendapatkan kesenangan dan kepuasan. Kita menikmatinya dalam bentuk persahabatan dengan para anggota organisasi dan tumbuh bersama organisasi tersebut.

Biaya yang kita keluarkan adalah sedikit material dan waktu untuk memerlihara dan mengembangkan organisasi itu. Manfaatnya jauh lebih banyak dari baya yang kita keluarkan. Carilah organisasi yang cocok dan sesuai dengan diri anda, masuk dan nikmati disana. Salam sukses selalu.

Sumber : Tanadisantoso.com

Baca juga :

  1. Etika Bisnis Negeri Matahari Terbit
  2. Tips Memasarkan dan Memperkenalkan Bisnis
  3. Berpikir Positif untuk Meraih Sukses
  4. Memulai Bisnis Bakat Bukan Modal Utama 
  5. Wiraswasta

Rabu, 07 Desember 2011

Etika Bisnis Negeri Matahari Terbit

Bapak Joko tampak bingung ketika memasuki ruang rapat di salah satu gedung perusahaan ternama di Jepang. Ia menemukan banyak muka masam yang melihat ke arahnya. Ketika ia duduk dan mulai berbicara, ekspresi masam tersebut tidaklah juga hilang, tapi malah bertambah. Ada apa gerangan? Apa yang salah? Ternyata Pak Joko terlambat 15 menit memasuki ruang rapat. Tak hanya itu, ia langsung memulai percakapan, dengan anggapan hal tersebut bisa menghemat waktu semua orang yang hadir.

Banyak pebisnis, terutama mereka yang sering bepergian, akan menemukan berbagai kebiasaan atau adat yang tidak mereka pahami. Perilaku dan tata cara dalam berbisnis bisa jadi berbeda-beda. Banyak yang bisa kita pelajari dari budaya luar tersebut, walau memang terkadang mengundang kebingungan sekaligus kekaguman. Bagi Pak Joko, terlambat 15 menit di negara asalnya sudah dianggap lumrah. Ketika ia langsung berbicara untuk menghemat waktu, di negaranya mungkin dianggap sebagai tindakan yang praktis dan to the point. Tetapi, di Negara Jepang, ternyata hal itu dianggap sebagai tindakan yang kurang sopan.

Di balik kebiasaan di setiap negara, tersimpan suatu tata krama dan tata cara khas yang menyiratkan budaya mereka. Pastinya, tidak semua bisa cocok jika diterapkan di tempat lain. Tetapi, kita harus memahami budaya suatu negara jika ingin berbisnis dan berinteraksi di negara tersebut. "Lain padang, lain belalang".
Ibarat kata, di mana tanah dipijak, di situlah langit dijunjung. Kita harus menghormati budaya orang lain jika kita memang berniat untuk menjalin kerja sama. Hal ini berlaku untuk kedua belah pihak. Tak hanya untuk pihak yang berkunjung, pihak tuan rumah pun sebaiknya menghormati budaya pihak yang berkunjung. Tetapi biasanya, pihak yang berkunjunglah yang harus lebih menghormati pihak tuan rumah.

Coba kita amati sejenak bagaimana kebiasaan para pebisnis di negara matahari terbit. Orang-orang Jepang cenderung formal dan resmi dalam mengadakan suatu perjanjian atau pertemuan bisnis. Bagi kita, orang asing (atau "Gaijin", sebutan orang Jepang untuk orang asing), kebiasaan berbisnis Jepang nampak sangat kental dengan budaya dan tradisinya, yang kemungkinan terasa kaku atau tidak terlalu cocok untuk diterapkan begitu saja di negara kita, dan bahkan di negara barat sekalipun.

Namun, jika kita perhatikan lebih dalam, ternyata banyak hal yang memang patut ditiru, seperti kebiasaan untuk lebih menghormati orang yang lebih tua, teliti dalam memperhatikan setiap detail, dan bahkan komitmen untuk bersenang-senang setelah menyelesaikan pekerjaan. Berikut adalah beberapa tradisi atau kebiasaan yang bisa kita amati dan bagaimana kita bisa mengadaptasinya untuk lebih memperkaya tata cara berbisnis kita.

Hormati Kartu Nama Orang Lain

Sebuah meeting di Jepang selalu dimulai dengan ritual pertukaran kartu nama yang dilakukan secara formal dan resmi. Ritual ini dinamakan Meishi Kokan. Dalam proses pertukaran kartu nama, orang yang diberi kartu menerimanya dengan kedua tangan, membaca kartu nama tersebut dengan teliti, membaca tulisan yang ada hingga terdengar oleh semua orang, lalu meletakkannya dalam tempat kartu nama, atau di atas meja di depannya (sehingga bisa langsung dibaca kembali apabila diperlukan). Kartu nama tidak pernah ditaruh di dalam kantong, karena dianggap tak sopan.

Pelajaran yang bisa diambil: Pertukaran kartu nama adalah cara untuk mengekspresikan rasa hormat dan menganggap penting orang lain dalam suatu pertemuan. Ini menunjukkan Anda menghargai pertemuan tersebut, sama dengan halnya Anda akan menghargai pertemuan-pertemuan selanjutnya.
Bagaimana kita mengadaptasinya: Mungkin akan terlihat konyol apabila Anda benar-benar melakukan tradisi Meishi Kokan di tempat lain. Tetapi, jika Anda menerima kartu nama dari orang lain, usahakanlah untuk membaca dan menyerap semua informasi yang ada di dalamnya. Tidak ada ruginya berusaha untuk mengingat nama lengkap orang tersebut. Sebaliknya, Anda akan terlihat kasar dan tidak sopan jika Anda langsung menjejalkan kartu nama tersebut ke dalam kantong terdekat.

Mengalah pada yang Lebih Tua

Sudah merupakan kebiasaan dalam meeting di Jepang untuk selalu memberi kesempatan pada orang yang lebih tua dan mempunyai jabatan tertinggi untuk memberikan pendapat atau komentar terlebih dahulu. Orang yang lebih tua juga selalu paling diperhatikan pendapat dan nasihatnya. Ketika membungkuk—tradisi menyapa Jepang—kita harus selalu membungkuk lebih dalam kepada orang-orang yang lebih senior.
Pelajaran yang bisa diambil: Budaya bisnis Jepang menghargai mereka yang lebih senior untuk kebijaksanaan dan pengalaman yang mereka bagikan ke perusahaan. Di Jepang, umur adalah sama dengan pangkat. Jadi, semakin tua seseorang, semakin dianggap penting pulalah dia.

Bagaimana kita mengadaptasinya: Kita bisa berusaha untuk sedikit mengalah kepada orang-orang yang lebih senior atau mereka yang berpangkat lebih tinggi. Jika Anda tidak setuju/berselisih pendapat dengan seorang manajer, keluarkan keluhan Anda secara pribadi di ruangan tertutup. Jangan pernah mempertanyakan otoritas dan kekuasaannya di depan orang lain. Ketahuilah bahwa mereka yang berada di atas Anda itu adalah memang orang-orang yang layak dipromosikan karena keahlian dan pengalaman mereka. Lain halnya jika mereka yang berada di atas Anda itu mencapai jabatannya lewat KKN, nepotisme dan suap. Anda lebih baik keluar dari perusahaan tersebut.

Tanamkan Motivasi Melalui Slogan

Banyak perusahaan Jepang memulai hari mereka dengan meeting pagi, dimana para pekerja berbaris dan menyanyikan slogan perusahaan sebagai salah satu cara untuk menanamkan motivasi dan kesetiaan terhadap perusahaan. Hal ini juga penting untuk menjaga agar semua karyawan tetap ingat akan maksud dan tujuan perusahaan.

Pelajaran yang bisa diambil: Sekilas, tradisi ini mungkin terlihat seperti aktivitas untuk "cuci otak" atau indoktrinasi. Tetapi, hal ini merupakan cara Jepang untuk menanamkan semangat kerja bagi seluruh karyawannya. Acara pagi ini berfungsi untuk terus mengingatkan misi dan visi perusahaan yang perlahan bisa menjadi kabur seiring dengan sibuknya hari-hari kerja.

Bagaimana kita mengadaptasinya: Ingatkan diri Anda setiap kali duduk di tempat kerja—apa yang sebenarnya Anda kerjakan. Refresh kembali visi, misi dan tujuan jangka panjang dalam benak Anda. Tetaplah sadar akan betapa pentingnya kerja sama tim dan seluruh perusahaan untuk mencapai tujuan tersebut. Buat daftar dari slogan Anda sendiri supaya bisa dibaca dan diingat lagi jika Anda sedang hilang atau patah semangat.

Muka Serius Tanpa Ekspresi

Anda tidak akan pernah melihat muka-muka datar tanpa ekspresi, seperti yang Anda lihat di kantor-kantor Jepang. Sesekali mungkin ada karyawan yang tertawa, tetapi para pekerja pada umumnya akan menunjukkan ekspresi muka yang datar dan serius, khususnya saat meeting. Mereka berbicara dengan nada yang rendah dan teratur. Mereka bahkan kerap menutup mata ketika mendengar dan memperhatikan pembicara—kebiasaan ini sering disalahartikan oleh orang asing yang tidak mengerti, sebagai tanda kebosanan.

Pelajaran yang bisa diambil: Orang Jepang menganggap tempat kerja sebagai tempat yang harus dihormati. Mereka jarang bercanda kecuali pada waktu luang atau istirahat. Jarang sekali ada kontak fisik antarpekerja, apalagi menepuk punggung atau kepala.
Bagaimana kita mengadaptasinya: Bagi kita, suasana kerja yang terlalu kaku dan formal mungkin terkesan menyiksa. Anda tidak perlu memperlakukan lingkungan kantor seperti tempat yang sakral, tetapi juga jangan berlaku seenaknya seperti di rumah sendiri. Sikap profesional tetap diperlukan untuk meningkatkan produktivitas. Hormati pekerjaan dan hormati orang lain. Jaga volume suara dan tertawa, karena Anda tidak bekerja sendirian di kantor.

Getol Kerja, Getol Hiburan Juga

Setelah melalui waktu kerja, para pekerja Jepang siap untuk bersantai—sangat santai bahkan. Mengunjungi bar demi bar setelah jam kerja adalah hal yang umum—bahkan sudah menjadi tradisi. Jika lingkungan kerja merupakan tempat yang formal dan resmi, bar adalah tempat para pekerja Jepang berhura-hura. Salah satu tempat favorit adalah karaoke bar, dimana semua orang diharapkan untuk ikut bernyanyi—walaupun ada dari mereka yang tidak bisa menyanyi. Selain itu, klub-klub malam juga menjadi tempat favorit, tidak hanya untuk menyeimbangkan pekerjaan dengan hiburan, tetapi juga untuk saling berbagi informasi dan memperkuat tali persaudaraan dalam suatu

Sumber : Marketing online

Baca juga :
  1. Tips Memasarkan dan Memperkenalkan Bisnis
  2. Berpikir Positif untuk Meraih Sukses
  3. Memulai Bisnis Bakat Bukan Modal Utama 
  4. Wiraswasta
  5. 5 Alasan Gagal Menjadi Entrepreneur